Jumat, 18 Juni 2021

Partai Gerindra Kuat Kemungkinan Mengusung Ahmad Dhani Sebagai Calon Gubernur & Tidak Mencalonkan Anies Baswedan Lagi

Untuk soal kepemimpinan DKI Jakarta, saat ini masih dipegang oleh "Gubernur Pribumi" Anies Baswedan. Namun, bicara soal DKI Jakarta tentu tidak lepas dari berbagai masalah seperti Banjir dan Kemiskinan di sana. 

Menurut pengamatan, Anies Baswedan bekerja setengah hati untuk mencukupi kebutuhan keluarga saja dan kepompok pendukungnya yang dikenal fanatik dan puritan. Dikenal sebagai mantan kader JIL atau biasa disebut Jaringan Islam Liberal tentu sosok Anies Baswedan tidak jauh-jauh dari Universitas Paramadina. Pengalamannya sebagai rektor sejak tahun 2005 s/d 2014 membuatnya dikenal sebagai pimpinan kampus yang ulung dan cakap. 

Pasca wafatnya Nurcholis Majid, Anies Baswedan memegang tampuk kepemimpinan kampus tersebut bahkan selama kepemimpinannya' Universitas Paramadina masuk jajaran universitas terbaik mengalahkan Universitas Gajah Mada di Yogyakarta. 

Tidak salah kalau sebelum Nurcholis Majid tiada, Anies Baswedan yang dikenal sebagai dosen muda berbakat memiliki cara memimpin kampus dengan benar. Bahkan saat kondisi Nurcholis Majid mulai berhalangan, Anies Baswedan memegang kendali sebagai orang nomor satu di kampus itu.

Belakangan, Universitas Paramadina yang ditinggal Anies Baswedan kini dikuasai kelompok yang terafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin. Mengingat setelah Anies Baswedan mencicipi kekuasaan di Kementerian Pendidikan dan kini berkuasa sebagai Gubernur DKI Jakarta' aura puritan ala Ikhwanul Muslimin kian terasa. 

Universitas Paramadina yang semula toleran terhadap Mahasiswa non Muslim kini berubah jadi agak kaku dan sedikit-sedikit anti terhadap toleransi. Mungkin hal ini dikarenakan suasana politik yang saat ini memanas akibat pertempuran di dunia maya' yaitu pertempuran antar buzzer yang pro pemerintah dan pro oposisi.

Padahal semasa Anies Baswedan menjadi rektor tidak ada hal semacam itu, alasannya karena kini pucuk kepengurusan kampus berada ditangan orang-orang yang haus kekuasaan dengan menjadikan kampus sebagai markas komando penyebaran propaganda anti pemerintah. 

Beralih ke Ahmad Dhani, musisi berbakat asal Surabaya ini ternyata memiliki ketertarikan dengan dunia politik sejak awal Reformasi bergulir. Ahmad Dhani pernah berdemo di gedung MPR sebagai perwakilan bagi kaum seniman dan musisi. Hal ini dituangkan dalam album solonya yang bertajuk "Ideologi Sikap Otak" yang dirilis beberapa bulan setelah tumbangnya rezim Orde Baru. 

Meski memiliki banyak masalah diluar aktivitasnya sebagai seniman, Ahmad Dhani memiliki kemampuan memimpin grup musik yang cukup mumpuni. Ahmad Dhani membentuk grup musik Dewa 19 sejak tahun 1986 sehingga menjadi grup musik paling berprestasi di masa-masa SMP dan SMA.

Ahmad Dhani yang berdarah Yahudi Jerman ini memiliki idealisme untuk menciptakan lagu-lagu yang sebetulnya bukan selera pasar, melainkan selera pribadi untuk mengungkapkan ketidaksukaan terhadap kemapanan. 

Ahmad Dhani terlebih dahulu terjun ke politik pada tahun 2006 saat ia menjadi kader PKB dan sempat mendukung Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden periode kedua 2009-2014. Ahmad Dhani semula berada disitu namun berbalik memusuhi PKB karena partai milik Nahdlatul Ulama itu memihak Joko Widodo yang berasal dari PDI-P. 

Pada tahun 2014, Ahmad Dhani menjadi anggota partai Gerindra dibawah pimpinan mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto. Ahmad Dhani telah bersumpah akan mendukung Prabowo Subianto mati-matian sampai jadi Presiden. Padahal kenyataannya Prabowo Subianto mencalonkan diri sebagai Presiden dua kali kalah terus. 

Bahkan saat Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam), Ahmad Dhani tetap loyal mendukung mantan suami Siti Hediati (Titiek Soeharto) itu sebagai calon presiden meski Partai Gerindra hendak mencari penggantinya. 

Pengganti yang pas untuk calon presiden dari Gerindra adalah Anies Baswedan, Gubernur DKI yang saat ini memegang kendali kekuasaan di ibukota. Padahal Ahmad Dhani lebih potensial karena ia masih tergolong muda dibanding Anies Baswedan. 

Kenapa demikian ?

Ahmad Dhani adalah angin segar untuk Gerindra dan ini merupakan bagian dari regenerasi sekaligus strategi marketing yang jitu. Gerindra tahu betul rakyat Jakarta belakangan ini kecewa dengan Anies Baswedan yang tidak becus memimpin DKI.

Walau ini merupakan perjudian yang besar, namun tidak ada salahnya untuk mencalonkan bapak tiga anak ini menjadi pengganti sempurna. Ahmad Dhani mungkin bisa saja menciptakan efek yang tidak disangka-sangka karena ia adalah keturunan Yahudi dengan otak genius. 

Bukan tidak mungkin Anes Baswedan dilepas begitu saja oleh Gerindra dan berpindah ke partai lain untuk mencari dukungan baru. Kuat kemungkinan, PKS lebih berpotensi menggaet Anies Baswedan sebagai Calon Gubernur dan mengusung Calon Wakil Gubernur dari kalangan internal tanpa harus koalisi dengan partai lain. 

Begitu juga Gerindra yang ingin menghemat biaya kampanye hanya dengan mencalonkan tokoh internal partainya sendiri agar ada semacam "Politik Bagi Rata" dalam satu kubu. 
PKS dan Gerindra saat ini saling jaga jarak karena peta kekuatan berubah setelah Prabowo Subianto masuk koalisi lalu menjadi menteri. 

Prabowo Subianto punya andil kuat dibalik kesuksesan kader-kadernya di level regional, entah sebagai Gubernur, Bupati dan Walikota. Prabowo Subianto adalah King Maker kelas kakap yang tidak perlu diragukan lagi. Lalu, bagaimana dengan nasib Anies Baswedan setelah dilepas Gerindra ?

Jawabannya hanya Anies Baswedan yang tahu sendiri, dan kita lihat saja apa yang akan terjadi setelah ini. Apakah Gerindra dan PKS masih setia berkoalisi atau saling sikut-sikutan berebut tahta yang temporer ini ?

Semua tergantung Prabowo Subianto, apakah nanti akan maju kembali untuk keempat kalinya atau mundur memberi kesempatan yang lebih muda untuk berkompetisi di kancah politik nasional ?

*****






Tidak ada komentar:

Posting Komentar