Foto : Soni Eranata |
Oleh : Abu Husein At-Thuwailibi/Soni Eranata
Ada banyak alasan para pria menyenangi poligami. Mulai dari kekecewaan pada istri pertama yang mandul atau lemah dan sakit. Beberapa memandang bahwa wanita menyukai dimadu. Tapi kasus Aa’ gym, dimana ia ditinggalkan banyakpenggemarnya dari kalangan ibu2, gara2 poligami, menunjukkan wanita pada hatinya tidak menyetujui poligami.
Landasan bahwa poligami dikarenakan laki2 lebih bernafsu dari wanita juga relatif. dalam beberapa kasus, wanita malah lebih memiliki nafsu seks yang lebih tinggi dari suaminya. Dan alasan bahwa perempuan lebih cepat tua adalah tidak jujur.
Efek sosial yang bisa kita saksikan dalam kehidupan keluarga yang berpoligami sangat banyak. di antara kita mungkin pernah menyaksikannya. Pada masa tua, sang ayah akan menjadi korban dari keluarga banyak istri yang dibentuknya. Polarisasi yang berpusat pada istri dan anak2nya dan keluarganya. Kompetisi antar istri. Dan anak yang menyalahkan sang ayah karena tidak memperhatikannya.
Suara2 keras dan ketidakpercayaan dalam keluarga. Dalam kasus di negara2 berkembang, seringkali poligami berakibat pada kemiskinan yang parah. Bila terjadi pada seorang ayah yang kaya, konspirasi memperebutkan harta warisan menjadi isu utama. nilai negatif yang mengambang dalam lingkungan keluarga , mengancam perkembangan anak. Dan yang jelas sekali dalam sebuah keluarga seperti ini adalah adanya kecemburuan.
Masyarakat pecinta poligami dalam agama islam, mengeksploitasi lebih lanjut. Mereka merasa berhak memiliki paling banyak empat istri, bukan selama hidupnya, tapi dalam saat bersamaan. Artinya, bila sang suami membutuhkan wanita lain, sementara ia telah punya 4 orang istri, ia tinggal menceraikan satu, dan mengawini satu sehingga posisi maksimal tetap empat. Hal ini menjadi siklus tak berkesudahan yang membuat para istri semakin tak berdaya.
Landasan tekstual umat islam disini adalah ayat ketiga dari Surah Annisa yang berbunyi:
[4:3] Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Walau demikian, kita bisa memeriksa mengenai benarkah ayat ini
mengabsahkan poligami dengan melihat beberapa aspek dari ayat. Bila kita
melihat pada asbabun nuzul (sebab2 turunnya) dari ayat ini, kita
temukan dalam hadist bahwa ayat ini turun semasa perang Uhud. Suatu masa
dimana banyak lelaki muslimin syahid dalam perang dan meninggalkan
banyak anak gadis yang yatim.
Hal ini senada dengan ayat2 sebelum dan
sesudahnya yang membahas mengenai anak yatim. Maka lebih masuk akal bila
kita memandang poligami yang dimaksud disini adalah terhadap gadis2
yatim, bukan pada wanita biasa yang memiliki orang tua yang hidup. Bila
Muhammad ingin menyatakan bahwa wanita ini bukan anak yatim, kenapa ia
tidak meletakkan ayat ini dalam bagian annisa 19-25 yang jelas
penjelasan mengenai wanita2 yang boleh dikawini?
Anda bisa membayangkan sebagai seorang gadis yatim, yang tidak memiliki
ayah, akan berakhir dalam keluarga sebagai salah seorang istri. Bisa
anda bayangkan diskriminasi dalam keluarga dimana salah satu istri
adalah wanita berorang tua dan istri lain adalah anak yatim? Seolah bila
anda seorang gadis yang yatim piatu, maka anda akan berakhir dalam
keluarga poligami.
Bila kita memeriksa hadist lebih lanjut, kita temukan kisah Ali ra yang merupakan suami dari fatimah, putri Nabi Muhammad. Saat Ali tergoda untuk poligami, ia melamar anak dari abu jahal.
Muhammad seketika
mendengar itu langsung melarangnya dan mengatakan, putri seorang nabi
tuhan tidak pantas berdampingan dengan putri seorang musuh tuhan. Bahkan
nabi tau hal ini akan menyakiti hati anak nya. Ali membatalkan
lamarannya.
Alasan paling banyak bagi legalitas poligami selain dari kebutaan terhadap teks kitab suci adalah fakta bahwa wanita lebih banyak dari laki2. Kenyataannya memang demikian. Secara statistik laki2 lebih sedikit dari wanita dalam mayoritas negara di dunia (India termasuk pengecualian).
Secara rata2 perbandingannya adalah 52% wanita dan 48%
pria. Ini bila dinyatakan perbandingan menjadi 1,08:1. Bila perbandingan
yang sangat kecil ini kita bandingkan dengan pernyataan qur’an bahwa
satu suami untuk 4 istri atau 4:1, jelas tidak seimbang.
Alasan lain adalah menghindari seks bebas dan perselingkuhan. Well, seks bebas memang jadi masalah, tapi apakah agama merupakan solusi. Tidak. Karena penyebab utamanya adalah moralitas, dan kita tahu moralitas tidak memerlukan agama.
Bahkan adakalanya, agama malah melanggar banyak sekali prinsip moral. Marilah kita ke penjara dan melihat, berapa banyak narapidana yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap agama dan ajarannya. Beberapa peneliti menunjukkan hampir 100%.
Bogor, 2 Juli 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar